BLANTERORBITv101

Individualisme Teknologi

Selasa, 17 Mei 2022

 



Media sosial mempermudah kita sebagai makhluk individu.

Tapi memecah belah kita sebagai makhluk sosial

-Fiersa Besari-

 

Sadarkah kita kalau kita lebih sering berinteraksi dengan smartphone daripada dengan orang tua kita sendiri? Sadarkah berdasarkan fakta waktu yang kita habiskan rata2 lebih dari 3 jam perhari? Cukup prihatinkah kita dengan peristiwa ini? Ataukah karena kebiasaan ini sudah mendarah daging, kita semua menganggapnya NORMAL ???

Bagaimana ketika waktu berharga tersebut kita gunakan untuk membangun hubungan sosial dengan orang lain secara nyata? Hubungan yang lebih mendalam untuk mengikat tali pertemanan yang sesungguhnya. Hubungan tatap muka yang memberikan seluruh informasi, ekspresi, dan perasaan. Hubungan yang lebih menawarkan kejujuran dibanding pencitraan.

Tanpa sadar teknologi telah membuat kita nyaman di dalamnya. Bahkan sekarang kita lebih prefer untuk chat, telfon, vidcall, daripada bertemu langsung dengan orang yang ingin kita hubungi. Kita lebih Pede di dunia maya, namun begitu canggungnya di dunia nyata. Banyak orang yang sukses membangun pertemanan di dunia maya, namun menjadi pecundang di dunia nyata.

Kebutuhan bersosial merupakan kebutuhan mendasar setiap manusia yang harus dipenuhi. Dahulu di era prasejarah manusia sangat membutuhkan manusia lain untuk bertahan hidup.

Namun zaman sekarang ialah zaman keberlimpahan. Dimana kepemilikan tiap orang cenderung melebihi kebutuhannya. Jika dahulu orang diharuskan berburu hari demi hari untuk mendapatkan makanan demi bertahan hidup, lain halnya zaman sekarang. Kita cenderung menimbun semuanya, bahkan cenderung membuangnya.

Lebih dari sekedar kebutuhan, masyarakat tampaknya sudah beralih pada keinginan pribadi. Karena keberlimpahan ini, tiap individu cenderung tidak membutuhkan bantuan orang lain. Kebutuhan mereka terpenuhi dengan sempurna. Manusia cenderung kurang bersosial/bekerja sama untuk memenuhi kebutuhannya.

Tapi, kebutuhan sosial tetaplah dibutuhkan oleh seluruh manusia lintas zaman, tanpa terkecuali. Seiring dengan individualisme yang kian marak, Lahirlah teknologi baru yang menjadi jembatan antara individualisme dan kebutuhan bersosial. MEDSOS!

Medsos sangat berhasil menyediakan perangkat bersosial yang memenuhi kebutuhan dasar manusia. Medsos dirancang sangat mudah, bahkan tanpa effort lebih untuk manusia bisa bersosialisasi. Dengan segala kelebihannya, medsos mempermudah komunikasi dan informasi setiap manusia di seluruh dunia.

Namun seperti segala sesuatu yang lainnya, kecepatan bukan segalanya. Medsos memang menawarkan pertemanan, namun pertemanan semu. Medsos menciptakan hubungan tak mendalam, hubungan yang dibangun diatas layar. Tanpa bertatap muka, bahkan mungkin tanpa tahu mukanya sama sekali.

Karena terbiasa dengan pertemanan semacam ini, kita secara tidak langsung mengurangi kemampuan kita untuk terbiasa membentuk pertemanan sesungguhnya di dunia nyata. Kita sering minder/malu ketika bertemu orang lain. Hubungan antar manusia terkuras kualitasnya, digantikan hubungan berkualitas maya ala layar smartphone.

Dan akhir dari semua ini adalah, INDIVIDUALISME.

Ketika kita cenderung berkecukupan, ketika kita merasa cukup dengan bersosial lewat gadget, ketika kita menganggap bertatap muka/bertemu langsung tidak penting-penting amat untuk membangun sebuah hubungan. Disitulah kita lebih bersifat INDIVIDUALIS. Rasa acuh tak acuh dan apatis terhadap orang disekitar. Rasa lebih unggul dan tidak membutuhkan orang lain. Itulah rasa-rasa yang melekat pada seorang individualis.

Mereka lebih mementingkan kepentingan dan keuntungan pribadi. Bagi mereka hubungan yang perlu dibangun adalah hubungan “jika” menguntungkan. Jika tidak ada keperluan, keuntungan, atau kepentingan, rasanya tidak perlu bertegur sapa dengan seseorang, bahkan orang yang duduk disebelah kita!

Sikap egois menyelimuti diri setiap insan yang terselimuti oleh kesibukan melihat layar hp masing-masing.

Dampak-dampak ini secara tidak langsung tumbuh kepada pengguna yang tidak waspada dan cenderung mengikuti arus teknologi yang satu ini. Dan jujur saja saya katakan, kebanyakan dari kita adalah konsumen, konsumen berarti hanya mengkonsumsi, mereka tidak berbuat/menghasilkan karya didalamnya. Mereka dirubah bukan berubah. Mereka diarahkan, bukan mengarahkan. Mereka terseret, bukan menyeret.

Ketika kita menjadi konsumen, sudah pasti kita hanya terikut oleh arus medsos itu sendiri. Kita menjadi pribadi2 yang dipengaruhi oleh mereka, dan jadilah kita, cyber zombie, yang telah terkena virus individualistik di lingkungan yang toxic.

Sudah seharusnya kita bertindak membatasi pengaruh negatif yang timbul ini. Dengan membangun hubungan harmonis dan mendalam kepada orang lain disekitar kita. Keluarga kita, tetangga kita, pasangan kita. Tidak perlulah banyak teman di medsos sampai ratusan bahkan ribuan, teman itu bukanlah teman yang sesungguhnya. Pertemanan yang jauh dari kata “mendalam”.

Percayalah ketika kita lebih membangun hubungan orang yang lebih mendalam dengan orang-orang disekitar kita, kita akan merasakan kebahagiaan sosial yang sesungguhnya. Kita berbagi beban dan kesenangan dengan penuh makna. Kita rela berkorban untuk teman kita karena kita tahu mereka juga rela berkorban untuk kita. Itulah pertemanan yang sejati.

Dan memang, medsos bisa menawarkan kegiatan sosialisasi dan teman yang tak terbatas ruang dan waktu. Namun ingatlah hubungan mendalam membutuhkan usaha lebih, kepercayaan lebih, dan keterikatan yang lebih. Dan harap diketahui, tidak ada aplikasi (secanggih) apapun itu yang bisa membeli kualitas pertemanan seperti ini.