Media sosial mempermudah kita sebagai makhluk
individu.
Tapi memecah belah kita sebagai makhluk sosial
-Fiersa Besari-
Sadarkah
kita kalau kita lebih sering berinteraksi dengan smartphone daripada dengan
orang tua kita sendiri? Sadarkah berdasarkan fakta waktu yang kita habiskan
rata2 lebih dari 3 jam perhari? Cukup prihatinkah kita dengan peristiwa ini?
Ataukah karena kebiasaan ini sudah mendarah daging, kita semua menganggapnya
NORMAL ???
Bagaimana
ketika waktu berharga tersebut kita gunakan untuk membangun hubungan sosial
dengan orang lain secara nyata? Hubungan yang lebih mendalam untuk mengikat tali
pertemanan yang sesungguhnya. Hubungan tatap muka yang memberikan seluruh
informasi, ekspresi, dan perasaan. Hubungan yang lebih menawarkan kejujuran
dibanding pencitraan.
Tanpa sadar
teknologi telah membuat kita nyaman di dalamnya. Bahkan sekarang kita lebih
prefer untuk chat, telfon, vidcall, daripada bertemu langsung dengan orang yang
ingin kita hubungi. Kita lebih Pede di dunia maya, namun begitu canggungnya di
dunia nyata. Banyak orang yang sukses membangun pertemanan di dunia maya, namun
menjadi pecundang di dunia nyata.
Kebutuhan
bersosial merupakan kebutuhan mendasar setiap manusia yang harus dipenuhi.
Dahulu di era prasejarah manusia sangat membutuhkan manusia lain untuk bertahan
hidup.
Namun zaman
sekarang ialah zaman keberlimpahan. Dimana kepemilikan tiap orang cenderung
melebihi kebutuhannya. Jika dahulu orang diharuskan berburu hari demi hari
untuk mendapatkan makanan demi bertahan hidup, lain halnya zaman sekarang. Kita
cenderung menimbun semuanya, bahkan cenderung membuangnya.
Lebih dari
sekedar kebutuhan, masyarakat tampaknya sudah beralih pada keinginan pribadi.
Karena keberlimpahan ini, tiap individu cenderung tidak membutuhkan bantuan
orang lain. Kebutuhan mereka terpenuhi dengan sempurna. Manusia cenderung
kurang bersosial/bekerja sama untuk memenuhi kebutuhannya.
Tapi,
kebutuhan sosial tetaplah dibutuhkan oleh seluruh manusia lintas zaman, tanpa
terkecuali. Seiring dengan individualisme yang kian marak, Lahirlah teknologi
baru yang menjadi jembatan antara individualisme dan kebutuhan bersosial.
MEDSOS!
Medsos
sangat berhasil menyediakan perangkat bersosial yang memenuhi kebutuhan dasar
manusia. Medsos dirancang sangat mudah, bahkan tanpa effort lebih untuk manusia
bisa bersosialisasi. Dengan segala kelebihannya, medsos mempermudah komunikasi
dan informasi setiap manusia di seluruh dunia.
Namun
seperti segala sesuatu yang lainnya, kecepatan bukan segalanya. Medsos memang
menawarkan pertemanan, namun pertemanan semu. Medsos menciptakan hubungan tak
mendalam, hubungan yang dibangun diatas layar. Tanpa bertatap muka, bahkan
mungkin tanpa tahu mukanya sama sekali.
Karena
terbiasa dengan pertemanan semacam ini, kita secara tidak langsung mengurangi
kemampuan kita untuk terbiasa membentuk pertemanan sesungguhnya di dunia nyata.
Kita sering minder/malu ketika bertemu orang lain. Hubungan antar manusia
terkuras kualitasnya, digantikan hubungan berkualitas maya ala layar
smartphone.
Dan akhir
dari semua ini adalah, INDIVIDUALISME.
Ketika kita
cenderung berkecukupan, ketika kita merasa cukup dengan bersosial lewat gadget,
ketika kita menganggap bertatap muka/bertemu langsung tidak penting-penting
amat untuk membangun sebuah hubungan. Disitulah kita lebih bersifat
INDIVIDUALIS. Rasa acuh tak acuh dan apatis terhadap orang disekitar. Rasa
lebih unggul dan tidak membutuhkan orang lain. Itulah rasa-rasa yang melekat
pada seorang individualis.
Mereka
lebih mementingkan kepentingan dan keuntungan pribadi. Bagi mereka hubungan
yang perlu dibangun adalah hubungan “jika” menguntungkan. Jika tidak ada
keperluan, keuntungan, atau kepentingan, rasanya tidak perlu bertegur sapa
dengan seseorang, bahkan orang yang duduk disebelah kita!
Sikap egois
menyelimuti diri setiap insan yang terselimuti oleh kesibukan melihat layar hp
masing-masing.
Dampak-dampak
ini secara tidak langsung tumbuh kepada pengguna yang tidak waspada dan
cenderung mengikuti arus teknologi yang satu ini. Dan jujur saja saya katakan,
kebanyakan dari kita adalah konsumen, konsumen berarti hanya mengkonsumsi,
mereka tidak berbuat/menghasilkan karya didalamnya. Mereka dirubah bukan
berubah. Mereka diarahkan, bukan mengarahkan. Mereka terseret, bukan menyeret.
Ketika kita
menjadi konsumen, sudah pasti kita hanya terikut oleh arus medsos itu sendiri.
Kita menjadi pribadi2 yang dipengaruhi oleh mereka, dan jadilah kita, cyber
zombie, yang telah terkena virus individualistik di lingkungan yang toxic.
Sudah
seharusnya kita bertindak membatasi pengaruh negatif yang timbul ini. Dengan membangun
hubungan harmonis dan mendalam kepada orang lain disekitar kita. Keluarga kita,
tetangga kita, pasangan kita. Tidak perlulah banyak teman di medsos sampai
ratusan bahkan ribuan, teman itu bukanlah teman yang sesungguhnya. Pertemanan
yang jauh dari kata “mendalam”.
Percayalah
ketika kita lebih membangun hubungan orang yang lebih mendalam dengan
orang-orang disekitar kita, kita akan merasakan kebahagiaan sosial yang
sesungguhnya. Kita berbagi beban dan kesenangan dengan penuh makna. Kita rela
berkorban untuk teman kita karena kita tahu mereka juga rela berkorban untuk
kita. Itulah pertemanan yang sejati.
Dan memang,
medsos bisa menawarkan kegiatan sosialisasi dan teman yang tak terbatas ruang
dan waktu. Namun ingatlah hubungan mendalam membutuhkan usaha lebih,
kepercayaan lebih, dan keterikatan yang lebih. Dan harap diketahui, tidak ada
aplikasi (secanggih) apapun itu yang bisa membeli kualitas pertemanan seperti
ini.
0 komentar